Minggu, 24 Oktober 2010

"Kisah Hilangnya Mahkota Daun Zaitun Milik Taufik Hidayat"

Olimpiade Athena 2004 ini memang berbeda dengan olimpiade-olimpiade sebelumnya. Selain mengulang tempat penyelenggaraan 108 tahun lalu, banyak hal yang lalu dimirip-miripkan dengan Olimpiade Athena 1896 itu.
Hal yang dimiripkan pertama adalah dipakainya Stadion Panathinaikos sebagai salah satu tempat pertandingan, yaitu panahan. Stadion Panathinaikos ini adalah tempat penyelenggaraan olimpiade modern pertama tahun 1896 itu.
Hal kedua adalah ikon-ikon yang dipakai pada nomor cabang juga dimiripkan dengan ikon-ikon kuno Yunani, yaitu dengan warna dasar oranye plus siluet atlet berwarna hitam. Dan, yang paling mirip dengan penyelenggaraan Olimpiade 1896, bahkan juga persis dengan olimpiade purba, adalah pemahkotaan pemenang dengan daun zaitun. Maka, walau cuma daun zaitun, maknanya besar sekali.
TAUFIK masih mengenakan mahkota daun itu saat diboyong ke ruang jumpa pers. Sepanjang jalan puluhan kali ia harus berhenti melayani orang-orang yang mengajak berfoto.
Kompas juga masih menyaksikan, dalam acara tanya jawab, mahkota itu terletak di dekat tangan kanan Taufik. Namun, apa daya, dalam perjalanan kembali ke kampung atlet, Taufik lupa membawa mahkota itu. Ia yakin tertinggal di ruang jumpa pers. "Saya yakin tertinggal di sana," katanya.
Lupanya Taufik bisa dimaklumi. Bukannya ia sudah pikun, bukan. Namun, begitu selesai acara tanya jawab, ia sudah dicecar untuk difoto dengan berbagai pose dan selesai berfoto ia ditarik dan dikawal petugas untuk langsung kembali ke bus yang mengantarnya ke kampung atlet.
Taufik pasti tidak sempat kembali ke meja jumpa pers. Dan orang Indonesia yang hadir di ruangan itu pasti juga tidak terlalu ngeh akan hal itu. Kok bisa hilang? Terang saja. Mahkota Taufik pasti disambar siapa pun yang melihatnya. Barang apa pun yang berbau Olimpiade Athena laris manis. Begitu pertandingan bulu tangkis selesai, poster-poster yang menempel di gedung jadi rebutan gadis-gadis yang jadi petugas di sana. Juga di lapangan tenis. Kalau poster yang agak kusut saja jadi rebutan, apalagi mahkota Taufik?

TAUFIK masih tampak sedih atas kehilangan mahkota itu sampai Minggu (22/8) atau sehari setelah kemenangannya. Oleh Humas KONI, Linda Wahyudi, Taufik lalu diajak cari penggantinya. Dan, Taufik semula menolak karena menurut dia apalah arti pengganti karena pasti hanya sekadar daun biasa.
Setelah dibujuk beberapa kali, akhirnya Taufik mau juga diajak berjalan-jalan ke daerah Plaka, tempat toko-toko suvenir berada. Ikut pula dalam perjalanan itu beberapa pemain bulu tangkis lain.
Di daerah Plaka tiruan mahkota daun itu memang banyak dijual. Yang buatannya sebagus untuk pemenang Olimpiade harganya 10 euro (sekitar Rp 110.000). Sementara yang lebih jelek sekitar 3 sampai 5 euro.
Taufik sama sekali tidak melirik tiruan-tiruan itu. Sampai saat ia masuk ke sebuah toko souvenir, ia melihat tiruan mahkota daun yang dilapis emas.
"Beli itu aja sekalian Fik. Suvenir, sekalian, keren pula," bujuk Linda Wahyudi. Dan Taufik setuju. Namun, harga mahkota lapis emas itu bukan main, 160 euro atau sekitar Rp 1,7 juta. Pahlawan Olimpiade 2004 Indonesia ini sempat ragu. Namun, kejutan terjadi. Anak sang pemilik toko mengenali Taufik sebagai peraih medali emas bulu tangkis tunggal putra. Dan gegerlah seisi toko.
Foto sana foto sini kembali terjadi. Sang pemilik toko yang merasa mendapat kehormatan dikunjungi sang juara menurunkan harga mahkota emas itu dengan drastis. Jadilah Taufik cukup membayar 100 euro. Flandy Limpele yang ikut dalam rombongan rupanya tertarik juga. Namun, ia tidaklah membeli yang berlapis emas seperti Taufik. Flandy membeli yang dilapisi tembaga. "Yah, aku kan medali perunggu," katanya, sambil tertawa.
Akhirnya senyum Taufik kembali. Ia sudah mendapatkan penggantinya. Namun, saat dijumpai di bandara menjelang pulang, ia hanya tersenyum saat ditanyai soal mahkota pengganti itu. "Disimpan saja. Takut hilang lagi," katanya. (Arbain Rambey, dari Athena) ( SUMBER KOMPAS)

1 komentar: